Inna lillahi wa inna ilaihi roji'un -Telah Wafat KH Sahal Mahfuzh Kajen Pati Jawa Tengah (Rois 'Aam PBNU dan Ketua Umum MUI- lahul fatihah

Selasa, 14 September 2010

MENATAP PUNGGUNG MUHAMMAD

Buku ini sebuah novel yang menarik dan baik. Penulisnya menuturkan dengan gaya bahasa yang tidak membosankan. Cerita disampaikan sebagai sebuah surat dari si AKU kepada kekasihnya yang ditinggalkan tanpa kabar selama dua tahun. Selain itu, penulis juga menawarkan nilai-nilai yang perlu diperhatikan.

Buku ini menawarkan cara yang tidak begitu lazim dipergunakan dalam membaca dan memahami sosok Nabi Muhammad s.a.w. serta Islam yang diajarkannya. Cara pemahaman tersebut ditawarkan melalui bentuk pencarian yang diwarnai kegelisahan. Kegelisahan digambarkan sebagai kerinduan kepada Nabi Muhammad s.a.w. yang menemui si AKU dalam mimpinya.

Peristiwa dalam buku tersebut bisa dimaknakan sebagaimana adanya tertulis, yaitu pencarian yang berawal perkenalan melalui mimpi. Namun, bisa pula dimaknakan sebagai pencarian oleh orang-orang yang telah mengenal keberadaan Nabi Muhammad s.a.w., namun dalam sesuatu yang abstrak dan samar.

Kedua pemaknaan tersebut merujuk kepada hal yang sama, yaitu pencarian terhadap "hakikat" Nabi Muhammad s.a.w. dan ajarannya. Bedanya, yang satu bercerita tentang pengalaman seseorang dan yang kedua berbicara tentang realitas kondisi kaum muslimin saat ini yang tidak mengenal Nabi Muhammad s.a.w. dan ajarannya dengan baik.

Sebagai novel yang menggambarkan tentang perjalanan spiritual, sebenarnya novel Menatap Punggung Muhammad menghadirkan sesuatu yang tidak biasa dalam konteks perjalanan spiritual. Novel ini menghadirkan perjalanan spiritual yang cenderung berada dalam kajian litelatur. Sedangkan, perjalanan spiritual umumnya lebih cenderung berada dalam kondisi kontemplatif, bukan kajian litelatur. Perjalanan spiritual adalah pendalaman makna menggunakan mata hati, bukan pemikiran.

Dari sisi pengungkapan tentang perjalanan spiritual inilah, novel ini memiliki kekurangan. Novel ini tidak menunjukkan sebuah kecenderungan kontemplatif yang mendalam yang melewati dinding-dinding teks dan litelatur. Novel ini baru menyajikan langkah awal dari sebuah perjalanan spiritual - yang sebenarnya belum melakukan perjalanan, tapi baru melakukan persiapan perjalanan.

Kajian litelatur yang diangkat pun, lebih kepada apa itu mimpi dan bukan apa yang dimimpikan. Aku lebih digambarkan menelusuri litelatur untuk memahami apa itu mimpi. Penulis tidak menukik kepada makna "ihsan melampaui iman" yang disampaikan Sayyidina Muhammad s.a.w. dalam mimpi si AKU.

Hal-hal yang menyentuh sesuatu yang kontemplatif, cenderung ditampilkan hanya kulitnya. Kegalauan dan kegelisahan dalam kontemplasi serta pergerakan makna dari hasil kontemplasi cenderung tidak ditampilkan.

Kemudian, di akhir novel ini, penulis melompat kepada citra akhir perjalanan, yaitu rindu dan cinta kepada Sayyidina Muhammad s.a.w. Penulis tidak menggambarkan pergulatan batin - pergulatan hati - dalam menemukan rindu dan cinta. Penulis melompat dari litelatur tentang mimpi kepada rindu dan cinta, tanpa mengetengahkan secara jelas jembatan yang menghubungkan antara kajian litelatur tentang mimpi menjadi rindu dan cinta kepada Sayyidina Muhammad s.a.w.

Namun, lepas dari kekurangannya, novel ini menarik dan baik.

Tidak ada komentar: