"Tiada bagiku jalan selain Al-Quran dan As-Sunnah. Kebutuhan penjelasan keduanya dipenuhi oleh Ihya Ulumiddin" Demikian ringkasan pandangan Syaikh Abdullah Al-Aydarus r.a. Cukuplah itu sebagai wakil dari berbagai pandangan para ulama dan waliyyulloh yang menunjukkan betapa penting dan lengkapnya kitab Ihya Ulumiddin.
Kitab ini adalah salah satu karya monumental Imam Al-Gozali q.s. Dalam kitab ini ditampakkan bagaimana tiga rukun agama - iman, islam dan ihsan – dijalin menjadi satu. Tauhid, fiqih dan tasowwuf ditempatkan dengan proporsional dan harmonis dalam setiap sendi. Pengamal Ihya Ulumiddin – insya Allah – dapat menjadi mukmin, muslim dan muhsin sejati – insan kamil, hamba Allah yang hakiki.
Segala sesuatu, dalam Ihya Ulumiddin dijelaskan sisi tauhid, sisi fiqh dan sisi tasowwufnya. Imam Al-Gozali q.s. menempatkan segala sesuatu sebagai kesatuan dari tiga unsur, yaitu ilmu, amal dan ahwal. Unsur itu – walau tidak tepat sama - dikenal dalam pendidikan dan psikologi sebagai ranah kognitif, konatif (psikomotorik) dan afektif.
Imam Al-Gozali q.s. membagi ilmu menjadi dua, yaitu ilmu syar’iyyah dan goir syar’iyyah. Inilah yang di masyarakat menjadi ilmu agama dan ilmu umum, hanya saja, dengan pemahaman telah bergeser dari yang sebenarnya. Ilmu syar’iyyah atau ilmu agama menurut Al-Gozali q.s. adalah ilmu yang diperoleh dari dalil naqli. Ilmu goir syar’iyyah diperoleh dari dalil aqli. Seluruh ilmu syar’iyyah terpuji. Sedangkan ilmu goir syar’iyyah terbagi menjadi tiga, ada yang terpuji, ada yang tercela dan ada yang mubah.
Al-Gozali q.s. mempergunakan dalil naqli dan aqli secara harmonis dan proporsional. Dalam Ihya Ulumiddin setiap masalah dibeberkan menurut dalil naqli dan dibeberkan pula bagaimana aqal memahaminya.
Berkaitan dengan jalan menuju akhirat, Imam Al-Gozali q.s. membagi ilmu menjadi dua bagian, yaitu mu’amalah dan mukasyafah. Mukasyafah adalah ilmu teoritis – filosofis, i’tiqodi. Ilmu ini dipelajari sebagai pengetahuan dan keyakinan tidak mempunyai dimensi amal. Mu’amalah adalah ilmu yang berdimensi amal – dipraktekkan dalam kehidupan. Bisa dikatakan mu’amalah adalah ilmu praktis. Mu’amalah dalam istilah Ihya Ulumiddin ini berbeda dengan dengan istilah fiqih yang cenderung dipahami sebagai bagian ilmu sosial ekonomi.
Imam Al-Gozali q.s. membatasi Ihya Ulumiddin berada pada dimensi mu’amalah. Keptusan Ilmam Al-Gozali g.s. berpijak bahwa walaupun mukasyafah adalah ujung substansi pencarian ilmu, tapi para Nabi pun hanya menjelaskannya dengan rumus dan isyarat. Yang dibahas umum oleh para Nabi adalah mu’amalah sebagai jalan menuju mukasyafah.
Mu’amalah dalam pandangan Imam Al-Gozali q.s. terbagi menjadi mu’amalah zohir dan mu’amalah batin. Mu’amalah zohir terbagi dua menjadi ibadah dan ‘adah. Ibadah adalah mu’amalah yang berbentuk hubungan dengan Allah SWT (hablum minallah). ‘Adah adalah mu’amalah yang berhubungan dengan sesama makhluk (hablum minannas).
Mu’amalah batin terdiri dari muhlikah dan munjiyyah. Muhlikah berkaitan dengan takholli – pembersihan diri dari hal negatif / sifat tercela (tazkiyatun nafs). Munjiyah berkaitan dengan tahalli – menghiasi diri dengan hal positif / sifat –sifat terpuji.
Hablum minalloh dan hablum minannas serta takholli dan tahalli adalah substansi segala aktifitas kehidupan bagi siapa pun, kapan pun dan di mana pun. Semua aktifitas tersebut dibahas secara total dari perspektif naqli dan aqli dalam Ihya Ulumiddin. Jelaslah bahwa Ihya Ulumiddin adalah syarah – penjelasan total dan paripurna dari Al-Quran dan As-Sunnah.
Secara hiperbola para ulama menyatakan bahwa Ihya Ulumiddin seakan wahyu - ilham dari Allah SWT. Syaikh Abdullah Al-Aydarus r.a. - orang yang seakan hafal Ihya Ulumiddin saking sering mengulang-ulang mempelajarinya – menyatakan, setiap hari, setiap diulang Ihya Ulumiddin selalu menampakkan ilmu baru yang mencengangkan yang berbeda dengan ilmu sebelumnya.
Hal tersebut wajar diungkapkan. Ihya Ulumiddin adalah karya Imam Al-Gozali q.s. setelah melakukan perenungan panjang akan hakikat kebenaran yang disertai kholwat pembersihan diri mendekatkan diri pada Allah SWT. Ihya tidak ditulis sebagai hasil rekayasa arogansi akal semata. Ihya ditulis dari ketersingkapan hati yang penuh cahaya ketuhanan.
Dalam penggunaannya, para ulama penempuh jalanakhirat menempatkan Ihya 'Ulumiddin sebagai rujukan utama petunjuk jalan. Sebagian Ulama menempatkan Ihya 'Ulumiddin sebagai kitab utama untuk para pemula penempuh jalan akhirat. Kitan-kitan yang mengisyaratkan hal-hal mukasyafah ditempatkan sebagai kitab lanjutan.
Allohu a'lam
Kitab ini adalah salah satu karya monumental Imam Al-Gozali q.s. Dalam kitab ini ditampakkan bagaimana tiga rukun agama - iman, islam dan ihsan – dijalin menjadi satu. Tauhid, fiqih dan tasowwuf ditempatkan dengan proporsional dan harmonis dalam setiap sendi. Pengamal Ihya Ulumiddin – insya Allah – dapat menjadi mukmin, muslim dan muhsin sejati – insan kamil, hamba Allah yang hakiki.
Segala sesuatu, dalam Ihya Ulumiddin dijelaskan sisi tauhid, sisi fiqh dan sisi tasowwufnya. Imam Al-Gozali q.s. menempatkan segala sesuatu sebagai kesatuan dari tiga unsur, yaitu ilmu, amal dan ahwal. Unsur itu – walau tidak tepat sama - dikenal dalam pendidikan dan psikologi sebagai ranah kognitif, konatif (psikomotorik) dan afektif.
Imam Al-Gozali q.s. membagi ilmu menjadi dua, yaitu ilmu syar’iyyah dan goir syar’iyyah. Inilah yang di masyarakat menjadi ilmu agama dan ilmu umum, hanya saja, dengan pemahaman telah bergeser dari yang sebenarnya. Ilmu syar’iyyah atau ilmu agama menurut Al-Gozali q.s. adalah ilmu yang diperoleh dari dalil naqli. Ilmu goir syar’iyyah diperoleh dari dalil aqli. Seluruh ilmu syar’iyyah terpuji. Sedangkan ilmu goir syar’iyyah terbagi menjadi tiga, ada yang terpuji, ada yang tercela dan ada yang mubah.
Al-Gozali q.s. mempergunakan dalil naqli dan aqli secara harmonis dan proporsional. Dalam Ihya Ulumiddin setiap masalah dibeberkan menurut dalil naqli dan dibeberkan pula bagaimana aqal memahaminya.
Berkaitan dengan jalan menuju akhirat, Imam Al-Gozali q.s. membagi ilmu menjadi dua bagian, yaitu mu’amalah dan mukasyafah. Mukasyafah adalah ilmu teoritis – filosofis, i’tiqodi. Ilmu ini dipelajari sebagai pengetahuan dan keyakinan tidak mempunyai dimensi amal. Mu’amalah adalah ilmu yang berdimensi amal – dipraktekkan dalam kehidupan. Bisa dikatakan mu’amalah adalah ilmu praktis. Mu’amalah dalam istilah Ihya Ulumiddin ini berbeda dengan dengan istilah fiqih yang cenderung dipahami sebagai bagian ilmu sosial ekonomi.
Imam Al-Gozali q.s. membatasi Ihya Ulumiddin berada pada dimensi mu’amalah. Keptusan Ilmam Al-Gozali g.s. berpijak bahwa walaupun mukasyafah adalah ujung substansi pencarian ilmu, tapi para Nabi pun hanya menjelaskannya dengan rumus dan isyarat. Yang dibahas umum oleh para Nabi adalah mu’amalah sebagai jalan menuju mukasyafah.
Mu’amalah dalam pandangan Imam Al-Gozali q.s. terbagi menjadi mu’amalah zohir dan mu’amalah batin. Mu’amalah zohir terbagi dua menjadi ibadah dan ‘adah. Ibadah adalah mu’amalah yang berbentuk hubungan dengan Allah SWT (hablum minallah). ‘Adah adalah mu’amalah yang berhubungan dengan sesama makhluk (hablum minannas).
Mu’amalah batin terdiri dari muhlikah dan munjiyyah. Muhlikah berkaitan dengan takholli – pembersihan diri dari hal negatif / sifat tercela (tazkiyatun nafs). Munjiyah berkaitan dengan tahalli – menghiasi diri dengan hal positif / sifat –sifat terpuji.
Hablum minalloh dan hablum minannas serta takholli dan tahalli adalah substansi segala aktifitas kehidupan bagi siapa pun, kapan pun dan di mana pun. Semua aktifitas tersebut dibahas secara total dari perspektif naqli dan aqli dalam Ihya Ulumiddin. Jelaslah bahwa Ihya Ulumiddin adalah syarah – penjelasan total dan paripurna dari Al-Quran dan As-Sunnah.
Secara hiperbola para ulama menyatakan bahwa Ihya Ulumiddin seakan wahyu - ilham dari Allah SWT. Syaikh Abdullah Al-Aydarus r.a. - orang yang seakan hafal Ihya Ulumiddin saking sering mengulang-ulang mempelajarinya – menyatakan, setiap hari, setiap diulang Ihya Ulumiddin selalu menampakkan ilmu baru yang mencengangkan yang berbeda dengan ilmu sebelumnya.
Hal tersebut wajar diungkapkan. Ihya Ulumiddin adalah karya Imam Al-Gozali q.s. setelah melakukan perenungan panjang akan hakikat kebenaran yang disertai kholwat pembersihan diri mendekatkan diri pada Allah SWT. Ihya tidak ditulis sebagai hasil rekayasa arogansi akal semata. Ihya ditulis dari ketersingkapan hati yang penuh cahaya ketuhanan.
Dalam penggunaannya, para ulama penempuh jalanakhirat menempatkan Ihya 'Ulumiddin sebagai rujukan utama petunjuk jalan. Sebagian Ulama menempatkan Ihya 'Ulumiddin sebagai kitab utama untuk para pemula penempuh jalan akhirat. Kitan-kitan yang mengisyaratkan hal-hal mukasyafah ditempatkan sebagai kitab lanjutan.
Allohu a'lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar